NASA Temukan Bintik Besar Matahari, Ini Dampaknya bagi Bumi

NASA Temukan Bintik Besar Matahari, Ini Dampaknya bagi Bumi

Noor Faaizah - detikEdu
Jumat, 08 Des 2023 20:00 WIB
Bintik Hitam Ukuran Empat Kali Bumi Terlihat di Permukaan Matahari
Foto: NASA/Ilustrasi bintik Matahari
Jakarta -

Bintik Matahari merupakan gejala alamiah yang dapat ditemukan di permukaan Matahari. Lubang koronal ini umumnya dipengaruhi oleh aktivitas magnetis yang mampu menghambat konveksi panas Matahari. Tapi, apakah berdampak pada Bumi?

Belum lama ini, hasil observasi Solar Dynamics Observatory (SDO) NASA berhasil menemukan bintik Matahari berukuran besar yang secara tampilan tampak seperti lubang yang dalam.

Aliran angin Matahari berkecepatan tinggi dari lubang koronal besar tersebut diperkirakan akan menyebabkan badai geomagnetik selama beberapa hari di Bumi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana Efek Bintik Matahari bagi Bumi?

Akan tetapi, fenomena ini tidak menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi penduduk Bumi. Pasalnya, menurut Space Weather Prediction Center, badai geomagnetik yang akan terjadi antara tanggal 4 hingga 5 Desember 2023 berada pada skala G1 dan G2.

Badai geomagnetik terjadi dalam bentuk gangguan sementara terhadap magnetosfer Bumi akibat interaksi antara angin Matahari dengan medan magnet Bumi.

ADVERTISEMENT

Dalam skala G1 (minor) gangguan dari badai geomagnetik ini termasuk lemah pada jaringan listrik di wilayah lintang tinggi, sementara badai dengan skala G2 (moderate) menyebabkan koreksi kecil pada trafo dan orientasi satelit.

Bintik Besar Dalam Siklus Matahari Maksimum

Aktivitas peningkatan dan penurunan bintik Matahari tercatat dalam siklus 11 tahunan yang dikenal dengan Siklus Schwabe.

Siklus ini diperkenalkan oleh astronom Jerman, Heinrich Schwabe, yang mengamati Matahari dari tahun 1826 hingga 1843 dan menemukan bahwa Matahari berputar pada porosnya setiap 27 hari sekali.

Dia memperhatikan Matahari beralih dari periode tenang, di mana tidak ada bintik Matahari yang terlihat, ke periode gelap atau fase solar maksimum dengan kondisi lebih dari 20 bintik Matahari yang terlihat.

Ketika aktivitas Matahari berada di titik maksimum, ditandai dengan banyak bintik Matahari yang terlihat, akan relatif menyebabkan penurunan suhu di lingkungan sekitarnya.

Hal ini karena medan magnet dikeluarkan begitu kuat, sehingga tekanan magnet meningkat sementara tekanan atmosfer di sekitarnya menurun.

Dampaknya, medan magnet terkonsentrasi dan aliran gas panas dari bagian dalam Matahari ke permukaan jadi terhambat.

"Bintik matahari adalah area di mana medan magnetnya sekitar 2.500 kali lebih kuat daripada medan magnet Bumi, jauh lebih tinggi dibandingkan tempat lain di Matahari," jelas National Weather Service, dikutip dari IFL Science.

Meskipun tampilannya agak meresahkan, bintik Matahari besar ini mengandung ultraviolet ekstrim (EUV) dan sinar-X yang lembut akibat suhu permukaan yang lebih dingin sehingga kepadatannya lebih rendah daripada sekitarnya.

Peningkatan Bintik Matahari Bantu Prediksi Siklus

Menurut NOAA's Space Weather Prediction Center (SWPC), kini aktivitas Matahari sedang meningkat.

Mereka memprediksi aktivitas Matahari mencapai puncak maksimum dalam siklus berikutnya akan datang lebih cepat yaitu pada Januari hingga Oktober 2024 dengan jumlah bintik matahari maksimum antara 137 dan 173.

Sebelumnya, prediksi ahli pada Desember 2019 menyimpulkan masa puncak Matahari jatuh pada bulan Juli 2025. Para ahli pun menilai bahwa temuan tersebut merupakan perubahan yang cukup signifikan.

"Kami berharap ramalan eksperimental baru kami akan jauh lebih akurat dibandingkan prediksi panel tahun 2019, dan tidak seperti prediksi siklus matahari sebelumnya, ramalan ini akan terus diperbarui setiap bulan seiring pengamatan terbaru," ujar Mark Miesch, ahli dari NOAA's Space Weather Prediction Center.

Perkiraan ini dinilai dari pengamatan 'donat' atau lingkaran magnetik yang terbentuk pada garis lintang 55 derajat di kedua belahan Matahari.

Formasi-formasi tersebut bermigrasi dari kutub menuju ekuator sehingga ketika bertemu, mereka akan saling meniadakan. Tim menjuluki fenomena tersebut sebagai terminator siklus Hale (dua siklus matahari).

"Jika Anda mengukur berapa lama suatu siklus, bukan dari minimum ke minimum, tetapi dari terminator ke terminator, Anda akan melihat bahwa ada hubungan linier yang kuat antara lama siklus dan kuat siklus berikutnya," kata Robert Leamon, ilmuwan NASA.

Peristiwa terminator ini cenderung terjadi dua tahun setelah peristiwa minimum. Dengan ditemukan lebih banyak bintik Matahari, tim semakin yakin membuat prediksi yang lebih baik tentang siklus Matahari.



Simak Video "Penyebab Luar Angkasa Gelap Padahal Ada Matahari"
[Gambas:Video 20detik]
(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia